Monday, October 10, 2011

Selamat, kamu.

Melihat Facebook malam ini.
Betapa menggetarkan. Dalam artian baik dan buruk. Dua-duanya.

Berawal dari iseng-iseng cek foto-foto baru yang diunggah seorang teman, dan berakhir pada sudut mata yang menangkap sebuah "recent activity" seorang teman/ex-gebetan/former future-husband di homepage FB saya.

Dia sudah menikah.

Reaksi pertama yang saya rasakan adalah seakan-akan ada batu sebesar tinju nyangkut di tenggorokan. Bahasa cerpennya: tercekat. Lalu rasa susah nelen itu berubah menjadi rasa geli seperti digelitikin secara paksa sama orang yang kurang ajar, sampai saya ketawa-ketawa sendiri. Well, ga separah itu sih. Tapi cukup geli hingga saya tersenyum tanpa sadar dan berbisik, "Selamat, ya..." Kepada monitor.

Entah sengaja atau tidak, tapi telunjuk saya seperti kesetanan dan langsung meng-klik tombol "view all" di album pernikahan mereka. Barisan slide show yang cukup mengesankan. Sang mempelai wanita terlihat cantik dengan gaun putihnya, senyum lebar di setiap gambar yang tertangkap. Lalu ada dia. Dia, seperti biasa terlihat ganteng dengan setelan marun yang jujur saja, membuatnya naik kasta dari "ganteng" menjadi "ganteng banget". Namun terlebih lagi, dia terlihat bahagia.

"Shit! It's my loss."

Itu kalimat yang terulang terus dalam benak saya sembari melihat isi album itu. Haha. Menyedihkan, memang. Tapi jujur saja, saya ga bisa menahan pikiran-pikiran kejam untuk terus-terusan menyusup ke dalam kepala saya. "Seharusnya saya yang ada di foto itu", "Seharusnya saya yang pake gaun itu, lagian kayanya cantikan kalo saya yang pake daripada dia", "Seharusnya saya yang tersenyum lebar dan pamer ke seluruh dunia bahwa saya punya kamu. Kamu."

Tapi anehnya sesi update Facebook yang kurang menyenangkan ini bikin saya jadi teringat lagi mengenai hal-hal yang duluuu... membuat saya akhirnya berada di sini mengoprek-oprek album pernikahan orang dan bukannya berakhir sebagai Mrs. A.

Dia suka brit rock, saya suka hip hop. Dia rajin ke gereja, sedangkan saya buka Alkitab aja belum tentu setaun sekali. (Waktu itu) Dia masih suka jalan sama mantannya, saya masih berduka karena mantan saya baru saja meninggal. Dia cari istri, saya cari orang yang bisa nganter-nganter saya kemana-mana. Dia dewasa banget, saya.. dewasa juga sih tapi ga dewasa-dewasa amat. Dia kaya rock star, saya kaya... Ayu Ting Ting. Yah... Kalau mau diibaratkan kami itu bagaikan buah nangka dan duren. Sama-sama berbau menyengat. Kalau berjauhan aromanya wangi. Kalau dicampur jadi satu jadi bau ga enak.

Lupakan soal nangka dan duren, please.

So, terbukti bahwa kecemburuan saya akan pernikahan mereka sangatlah tidak beralasan. Kalau mengingat sejarah yang ga banget itu, bayangkan apa yang terjadi kalau saya tetep maksa mau pacaran sama dia. Bisa-bisa kami cerai setelah 3 bulan menikah. Atau malah ga sempet naik ke pelaminan, yang menurut saya lebih mungkin terjadi. Dan tentunya, lebih banyak air mata. Mungkin saat ini saya masih patah hati karena batal nikah, terus saya stress dan jadi banyak makan. Lalu saya jadi gendut dan jelek dan akhirnya ga mau pacaran karena ga pede, terus saya jadi jomblo seumur hidup. Ogah amat!

Anda boleh bilang saya cuma menghibur diri. Saya sendiri juga ga yakin. Tapi satu hal yang pasti, ga ada gunanya menyesali apa yang sudah terjadi. Yang bisa saya lakukan adalah bersyukur atas apa yang saya punya saat ini, dan tetap fokus kepada mimpi dan tujuan yang berusaha saya raih. Life must go on, kata mereka. Dan saya percaya itu. Dunia ga akan berhenti berputar hanya karena salah satu mantan gebetan kita menikah sama orang lain. Besides, i still have faith that someday I'm going to be in the same place as he is now. Menikah, dengan orang yang tepat.

So, Mr. A... Saya bahagia untuk kamu. Dan dia juga.
Dan saya juga bahagia. Untuk saya.

ini tulisan saya bikin sendiri loh....





Wednesday, June 22, 2011

Di Jidatnya Ada Tulisan: MEDIA

Melihat dunia dari mata surat kabar.
harus ada, tidak perlu benar.
teriak ketika diasuh.
berbisik ketika disuap.
bungkam ketika acuh tak acuh.

mendengar dunia dari telinga stasiun televisi.
padat, lumayan tepat, kurang terpercaya.
beri yang dititah.
bukan yang dihasrat.
apakah pantas.

merasa dunia dari hati blablabla dot com.
bagai kilat.
seperti mesin cetak.
dikejar kejar setan deadline.
ah kejam.

media oh media.

aku tidak mengerti.

Pujangga Gugup

Hitam dan Hijau.
Dan ini adalah batang yang kedua.
Malam sudah berganti shift dengan pagi yang dingin.
Bahkan ayam sudah mulai berisik.

Pujangga yang gugup.
Bukannya tak lagi cinta akan kata-kata.
Namun kata-kata macam apa yang bisa menggambarkan hampa?
Bukankah sebaiknya tak berkata?
Dan membiarkan kertas itu kosong saja.

Bila mesin rusak karena lelah bekerja,
Bila manusia keluh karena mengeluarkan peluh,
Pujangga gugup sekarat karena sudah lama ngadat.
Kehampaan yang statis.
Ketiadaan yang mengiris.

Aktor yang tersesat dalam peran.
Tak bisa kembali.
Kasihan.

Hitam dan Hijau.
Batang yang ketiga.
Subuh sudah kambuh.
Pujangga gugup?
Ia masih tertutup.